Sabtu, 06 September 2014

Alasan Masuk UIN Sunan Ampel Surabaya ?

Jawabannya : Takdir. Saat masih mengenyam pendidikan di SMK tak pernah sama sekali kepikiran untuk masuk Perguruan Tinggi, malahan kepikiran untuk cari kerja saja atau mondok dengan tujuan ingin memperdalam ilmu agama. Namun setelah dirasa-rasa sepertinya masih belum siap kalau disuruh kerja dengan orang lain ataupun harus mondok yang mana aku harus jauh dari orang tua, inginnya cari aman saja mending bantu orang tua di rumah lebih nyaman, sejahtera, bisa meringankan dan sebagainya. Namun jika dipikir kembali, bagaimana caraku untuk bisa membalas jasa mereka selama ini, jika aku hanya di rumah saja membantu kerjaan orang tua yang tidak mungkin jika aku meminta upah. Sama saja bohong kalau gitu. Padahal uanglah bukti nyata jika aku sudah mampu membalas jasa mereka serta membahagiakan mereka. Jika tidak karena alasan ini mungkin aku akan lebih memilih untuk meneruskan hidup di rumah saja, tapi itu tidak mungkin. Dan akhirnya haruscari pilihan lain, kalau nggak cari kerja di luar ya terpaksa harus kuliah.

Ketika teman-teman sedang membicarakan tentang pendaftaran SNMPTN aku malah masih bingung mau daftar dimana dan mau pilih jurusan apa. Suatu waktu bapakku secara tidak sengaja mungkin itu sedang bercanda menyarankan aku untuk jadi guru saja kalau tidak mau mondok, padahal jelas-jelas beberapa dari watakku itu bertolak belakang dengan sifat-sifat yang harus dimiliki dan kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru. Separuh aku abaikan separuh aku angan-angan.Waktu shalat Ashar hari itu pikiranku tidak fokus karena masih kepikiran dengan omongan bapak dan secara tiba-tiba (semoga itu petunjuk dari Allah) di pikiranku langsung ada nama UIN Sunan Ampel. Apa mungkin itu jawaban dari shalat sepertiga malamku ?

Beberapa hari kemudian aku bertemu dengan guru ngaji sewaktu kecil, kami bercengkrama tentang hal ini. Beliau menyarankan jika ingin masuk perguruan tinggi mending di IAIN saja jurusan PAI jangan ambil ekonomi syariah karena itu lebih susah dan jika ingin masuk pondok mending di Derajat saja karena lulusan dari pondok tersebut ada yang dikirim ke luar negeri entah saya lupa negeri yang mana. Nah kebetulan juga waktu bapak ingin memondokkanku salah satu dari kerabat menyarankan untuk mondok di Derajat juga. Apa mungkin itu petunjuk dari Allah, bahwa aku boleh memillih diantara keduanya ?

Akhirnya hari terakhir pendaftaran SNMPTN aku memberanikan diri untuk mendaftar di Universitas UIN Sunan Ampel Surabaya dengan satu pilihan prodi saja yaitu PAI. Sebenarnya masih ragu dengan keputusan tersebut maka dari itu aku hanya memilih satu pilihan. Sengaja waktu itu tidak meminta persetujuan orang tua karena aku pikir bahwa nilai raporku mungkin tidak lebih baik dari pendaftar yang lainnya sehingga tidak mungkin jika aku lolos di jalur tersebut. Aku menyugesti diriku sendiri jika memang nanti aku tidak lolos di jalur ini memang bukan takdirku tapi jika lolos semoga inilah takdir yang memang Allah ridhoi untuk kujalani .

Sembari menunggu pengumuman SNMPTN, aku mengikuti Job Fair di SMK 1 mungkin saja ada pekerjaan yang cocok denganku tapi nyatanya tidak ada satupun yang aku minati. Memang masih belum siap. Padahal mendapat kerja adalah salah satu dari pilihan hidup selain kuliah.

Waktu pengumuman SNMPTN telah tiba, ada beberapa teman menanyakan tentang hasil pengumumanku, namun karena sudah yakin pasti tidak akan lolos ya aku sengaja tidak berusaha cari tahu namun temanku berbaik hati untuk mau melihatkan. Setelah baca sms darinyaaku terkejut ia berkata jika aku dinyatakan lolos. Jujur waktu itu ada rasa gembiranya ada sedihnya. Gembiranya karena aku bisa  lolos dan sedihnya berarti aku harus terpaksa untuk berperang melawan ketakutanku akan kemampuan dan kepribadianku yang kurang cocok untuk menjadi guru. Apa mungkin mental aku akan kuat jika harus menghadapi segala tantangan nanti?

Kadang masih ragu dan ingin membatalkan itu, kadang juga bersemangat.Namunhatiku masih berat untuk menerima keputusan itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan jika akan masuk di PTN tersebut. Selain jarak dari rumah jauh, UKT pun juga masih terasa berat meskipun bapak ku sudah sangat setuju dengan nominal UKT tersebut.Aku berusaha menenangkan diriku sendiri dengan bersugesti bahwa tidak apa-apa jika nantinya masih belum bisa dan siap untuk berkemampuan/berkepribadian layaknya guru yang penting tujuan utama adalah hanya untuk ibadah kepada Allah yaitu mencari ilmu tentang agama dan jika sanggup aku ingin membuat ilmu itu bisa bermanfaat bagi orang lain. Dan kalau soal biaya UKT insyaallah rejeki itu ada untuk bapakku selama digunakan dalam hal kebaikan. Buat apa menyimpan banyak uang jika tidak digunakan untuk mencari bekal di akhirat. Ingat!  tiga amalan yang tidak akan putus meskipun seseorang itu telah meninggal yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh sholeha. Aamiin.

Sebenarnya sekarangpun masih ragu mau dilanjutkan atau tidak. Padahal sudah banyak hal (waktu, tenaga, pikiran) yang aku relakan untuk menjadi maba di Universitas itu. Sudah bayar UKT pun masih ada keraguan di hati, sudah mengikuti 3 hari OSCAAR(OSPEK)  pun setelahnya  juga masih ada kebimbangan di hati, perkuliahan akan dimulai pun tetap masih ada rasa keberatan di hati. Sampai-sampai terbesit di pikiranku untuk saat ini juga akuakan keluar sebelum pertarungan itu dimulai. Namun tetap saja hatiku seakan-akan menyemangatikulagi untuk pantang mundur dan kakiku pun juga masih bersedia untuk diajak kesana kemari demi melaksanakan perkuliahan. Sepertinya Allah lebih meridhoi ku untuk kuliah. Mungkin inilah yang aku butuhkan meski tak ku inginkan. “Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan”. Karena hanya Allah lah yang tahu mana yang terbaik untuk hamba-hambaNya.

Kalau ditanya, kenapa harus memilih prodi Pendidikan Agama Islam padahal di Fakultas Tarbiyah masih banyak pendidikan yang lain ?Jawabannya adalah untuk bekal di kahirat.

Padahal menjadi seorang guru itu harus bisa aktif sedangkan saya adalah orang yang lebih cenderung ke pasif. Guru harus mampu berkomunikasi baik dengan murid-muridnya sedangkan saya jika dihadapan banyak orang selalu malu untuk berbicara dan takut tidak bisa menjawab jika ditanya-ditanya karena pengetahuan saya yang sangat minim sekali. Dengan orang yang belum akrab terkadang berbicara saja masih belibet alias kurang lancar. Guru harus mampu berekspresi sedangkan saya adalah orang yang  pemalu dan penakut. Jujur saja saya lebih percaya diri jika berbicara melalui tulisan semacam ini.

Semoga saya kuat menjalaninya nanti dan semoga para pemberi ilmu (dosen atau senior) di universitas dan jurusan ini semangat untuk memberikan ilmu pada para mahasiswanya sekaligus juniornya. Semoga dengan diterimanya saya di universitas dan jurusan PAI ini saya bisa mendapat, mampu menerapkan dan menyerap ilmu-ilmu yang bermanfaat saja serta sanggup membuat ilmu yang saya terima nanti bisa bermanfaat bagi orang lain. Aamiin.
Benar-benar suatu keanehan, dulu waktu kecil kalau ditanya cita-citanya mau jadi apa pasti jawabnya ‘guru’ namun ketika beranjak dewasa yang mana sudah paham dengan kepribadian sendiri malah merasa kalau profesi guru itu tidak cocok dengan manusia kepribadian saya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar