Jawabannya : Takdir. Saat masih mengenyam pendidikan di SMK tak pernah sama sekali
kepikiran untuk masuk Perguruan Tinggi, malahan kepikiran untuk cari kerja saja
atau mondok dengan tujuan ingin memperdalam ilmu agama. Namun setelah
dirasa-rasa sepertinya masih belum siap kalau disuruh kerja dengan orang lain
ataupun harus mondok yang mana aku harus jauh dari orang tua, inginnya cari
aman saja mending bantu orang tua di rumah lebih nyaman, sejahtera, bisa
meringankan dan sebagainya. Namun jika dipikir kembali, bagaimana caraku untuk
bisa membalas jasa mereka selama ini, jika aku hanya di rumah saja membantu
kerjaan orang tua yang tidak mungkin jika aku meminta upah. Sama saja bohong
kalau gitu. Padahal uanglah bukti nyata jika aku sudah mampu membalas jasa
mereka serta membahagiakan mereka. Jika tidak karena alasan ini mungkin aku
akan lebih memilih untuk meneruskan hidup di rumah saja, tapi itu tidak
mungkin. Dan akhirnya haruscari pilihan lain, kalau nggak cari kerja di luar ya
terpaksa harus kuliah.
Ketika teman-teman sedang membicarakan tentang
pendaftaran SNMPTN aku malah masih bingung mau daftar dimana dan mau pilih
jurusan apa. Suatu waktu bapakku secara tidak sengaja mungkin itu sedang
bercanda menyarankan aku untuk jadi guru saja kalau tidak mau mondok, padahal jelas-jelas
beberapa dari watakku itu bertolak belakang dengan sifat-sifat yang harus
dimiliki dan kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru. Separuh aku
abaikan separuh aku angan-angan.Waktu shalat Ashar hari itu pikiranku tidak
fokus karena masih kepikiran dengan omongan bapak dan secara tiba-tiba (semoga itu
petunjuk dari Allah) di pikiranku langsung ada nama UIN Sunan Ampel. Apa
mungkin itu jawaban dari shalat sepertiga malamku ?
Beberapa hari kemudian aku bertemu dengan guru ngaji sewaktu
kecil, kami bercengkrama tentang hal ini. Beliau menyarankan jika ingin masuk
perguruan tinggi mending di IAIN saja jurusan PAI jangan ambil ekonomi syariah
karena itu lebih susah dan jika ingin masuk pondok mending di Derajat saja
karena lulusan dari pondok tersebut ada yang dikirim ke luar negeri entah saya
lupa negeri yang mana. Nah kebetulan juga waktu bapak ingin memondokkanku salah
satu dari kerabat menyarankan untuk mondok di Derajat juga. Apa mungkin itu
petunjuk dari Allah, bahwa aku boleh memillih diantara keduanya ?
Akhirnya hari terakhir pendaftaran SNMPTN aku
memberanikan diri untuk mendaftar di Universitas UIN Sunan Ampel Surabaya
dengan satu pilihan prodi saja yaitu PAI. Sebenarnya masih ragu dengan
keputusan tersebut maka dari itu aku hanya memilih satu pilihan. Sengaja waktu
itu tidak meminta persetujuan orang tua karena aku pikir bahwa nilai raporku mungkin
tidak lebih baik dari pendaftar yang lainnya sehingga tidak mungkin jika aku lolos
di jalur tersebut. Aku menyugesti diriku sendiri jika memang nanti aku tidak
lolos di jalur ini memang bukan takdirku tapi jika lolos semoga inilah takdir
yang memang Allah ridhoi untuk kujalani .
Sembari menunggu pengumuman SNMPTN, aku mengikuti Job
Fair di SMK 1 mungkin saja ada pekerjaan yang cocok denganku tapi nyatanya
tidak ada satupun yang aku minati. Memang masih belum siap. Padahal mendapat
kerja adalah salah satu dari pilihan hidup selain kuliah.
Waktu pengumuman SNMPTN telah tiba, ada beberapa teman
menanyakan tentang hasil pengumumanku, namun karena sudah yakin pasti tidak
akan lolos ya aku sengaja tidak berusaha cari tahu namun temanku berbaik hati
untuk mau melihatkan. Setelah baca sms darinyaaku terkejut ia berkata jika aku
dinyatakan lolos. Jujur waktu itu ada rasa gembiranya ada sedihnya. Gembiranya
karena aku bisa lolos dan sedihnya berarti
aku harus terpaksa untuk berperang melawan ketakutanku akan kemampuan dan
kepribadianku yang kurang cocok untuk menjadi guru. Apa mungkin mental aku akan
kuat jika harus menghadapi segala tantangan nanti?
Kadang masih ragu dan ingin membatalkan itu, kadang juga
bersemangat.Namunhatiku masih berat untuk menerima keputusan itu, banyak hal
yang harus dipertimbangkan jika akan masuk di PTN tersebut. Selain jarak dari
rumah jauh, UKT pun juga masih terasa berat meskipun bapak ku sudah sangat setuju
dengan nominal UKT tersebut.Aku berusaha menenangkan diriku sendiri dengan
bersugesti bahwa tidak apa-apa jika nantinya masih belum bisa dan siap untuk
berkemampuan/berkepribadian layaknya guru yang penting tujuan utama adalah
hanya untuk ibadah kepada Allah yaitu mencari ilmu tentang agama dan jika
sanggup aku ingin membuat ilmu itu bisa bermanfaat bagi orang lain. Dan kalau
soal biaya UKT insyaallah rejeki itu ada untuk bapakku selama digunakan dalam
hal kebaikan. Buat apa menyimpan banyak uang
jika tidak digunakan untuk mencari bekal di akhirat. Ingat! tiga amalan yang tidak akan putus meskipun
seseorang itu telah meninggal yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
yang sholeh sholeha. Aamiin.
Sebenarnya sekarangpun masih ragu mau dilanjutkan atau
tidak. Padahal sudah banyak hal (waktu, tenaga, pikiran) yang aku relakan untuk
menjadi maba di Universitas itu. Sudah bayar UKT pun masih ada keraguan di hati,
sudah mengikuti 3 hari OSCAAR(OSPEK) pun
setelahnya juga masih ada kebimbangan di
hati, perkuliahan akan dimulai pun tetap masih ada rasa keberatan di hati.
Sampai-sampai terbesit di pikiranku untuk saat ini juga akuakan keluar sebelum pertarungan
itu dimulai. Namun tetap saja hatiku seakan-akan menyemangatikulagi untuk
pantang mundur dan kakiku pun juga masih bersedia untuk diajak kesana kemari
demi melaksanakan perkuliahan. Sepertinya Allah lebih meridhoi ku untuk kuliah.
Mungkin inilah yang aku butuhkan meski tak ku inginkan. “Allah akan memberikan
apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan”. Karena hanya Allah lah yang
tahu mana yang terbaik untuk hamba-hambaNya.
Kalau ditanya, kenapa
harus memilih prodi Pendidikan Agama Islam padahal di Fakultas Tarbiyah masih
banyak pendidikan yang lain ?Jawabannya adalah untuk bekal di kahirat.
Padahal menjadi seorang guru itu harus bisa aktif
sedangkan saya adalah orang yang lebih cenderung ke pasif. Guru harus mampu
berkomunikasi baik dengan murid-muridnya sedangkan saya jika dihadapan banyak
orang selalu malu untuk berbicara dan takut tidak bisa menjawab jika
ditanya-ditanya karena pengetahuan saya yang sangat minim sekali. Dengan orang
yang belum akrab terkadang berbicara saja masih belibet alias kurang lancar. Guru
harus mampu berekspresi sedangkan saya adalah orang yang pemalu dan penakut. Jujur saja saya lebih
percaya diri jika berbicara melalui tulisan semacam ini.
Semoga saya kuat menjalaninya nanti dan semoga para
pemberi ilmu (dosen atau senior) di universitas dan jurusan ini semangat untuk
memberikan ilmu pada para mahasiswanya sekaligus juniornya. Semoga dengan
diterimanya saya di universitas dan jurusan PAI ini saya bisa mendapat, mampu
menerapkan dan menyerap ilmu-ilmu yang bermanfaat saja serta sanggup membuat
ilmu yang saya terima nanti bisa bermanfaat bagi orang lain. Aamiin.
Benar-benar suatu keanehan, dulu waktu kecil kalau
ditanya cita-citanya mau jadi apa pasti jawabnya ‘guru’ namun ketika beranjak
dewasa yang mana sudah paham dengan kepribadian sendiri malah merasa kalau
profesi guru itu tidak cocok dengan manusia kepribadian saya.